Rihlah Iqtishodiyah: Santri Kelas Akhir Kunjungi Rumah Pengusaha Inspiratif
Selasa (16/5) santri kelas akhir kunjungi rumah pengusaha inspiratif. Kegiatan Rihlah Iqtishodiyah atau kunjungan industri merupakan program yang digelar khusus untuk kelas akhir untuk mengenalkan dan membekali para santri belajar berwirausaha. Jika sebelumnya lembaga mendatangkan narasumber dari luar untuk berbagi wawasan dan pengetahuan, kali ini santri diberi kesempatan terjun langsung, belajar, dan praktik di lapangan.
Di antara tiga tempat yang dikunjungi, salah satunya adalah rumah Bapak Daroini dan Ibu Yuni di desa Bancar, Bungkal. Mereka merupakan pasangan suami istri yang menggeluti usaha jamur tiram. Usaha jamur tiram tersebut telah mereka rintis sejak tahun 2012. Awalnya pasangan pengusaha tersebut hanya mampu menyediakan ratusan bibit saja, kini mereka sudah memiliki tempat yang cukup luas dengan kapasitas kurang lebih 50 ribu baglog jamur tiram. Di kediaman Bapak Daroini dan Ibu Yuni para santri mendengar kisah inspiratif awal usaha itu terbangun. Para santri pun praktik mulai mengisi logbag untuk media jamur tiram tumbuh hingga memanen jamur tiram yang siap dijual.
Kunjungan selanjutnya adalah ke rumah Bu Lilik dan Bapak Suryono di desa Campurejo, Sambit. Pasangan suami istri tersebut adalah seorang pengusaha Jenang dan Wingko Sari Gading. Bu Lilik mengungkapkan pihaknya merintis usaha makanan itu dari nol, dan baru memperoleh laba setelah berjalan dua tahun. “Jangan cepat menyerah!” ujar Bu Lilik di sela-sela bercerita. Para santri terlihat antusias menyimak bicang-bincang penuh inspiratif bersama Bu Lilik dan Bapak Suryono. Bu Lilik juga mengajak para santri mengunjungi dapur produksi dan turut mempersilakan mereka melihat proses meracik bahan, mengaduk adonan, sampai membungkus jenang yang siap untuk dijajakan.
Kunjungan terakhir adalah ke rumah Ibu Hanida pengusaha telur asin. Ibu Hanida merintis usaha rumahan tersebut sejak tahun 2004. Sosoknya mengungkapkan usaha itu mulanya hanya dimodali dengan dua puluh butir telur saja. Tapi, berbekal kesabaran dan ketekunan, telur asin Ibu Hanida kini mulai dikenal oleh masyarakat luas. Mulai dari tetangga dekat rumah, sekitar desa, luar kecamatan, bahkan luar kota. Seperti kunjungan sebelumnya, para santri diajak melihat proses produksi telur asin, dari mulai penyucian, penyortiran telur, sampai proses pengasinan.
Azza Putri santri asal Morosari Sukorejo mengungkapkan, pihaknya senang sekali dengan kegiatan tersebut. “Senang karena dapat pengetahuan dan pengalaman baru. Semuanya dimulai dari nol, inspiratif, dan menambah wawasan baru tentang dunia usaha,” ungkap santri kelahiran Kediri itu.
Pewarta: Ikhsanudin/ Tim Humas dan SUHU Media `