Tiga Ruh yang Harus Dimiliki Seorang Guru
Sulamul Huda – Senin (23/1) sepertinya akan menjadi hari yang bersejarah bagi para santri kelas akhir. Bukan tanpa alasan, pasalnya pada hari tersebut salah satu agenda yang ditunggu-tunggu para santri kelas enam pun akhirnya dilaksanakan. Agenda tersebut adalah Amaliyatu Tadris atau latihan praktik mengajar.
Amaliyatu Tadris sendiri merupakan program tahunan yang diselenggarakan untuk kelas enam. Program tersebut bertujuan melatih dan mengajari santri bagaimana cara menjadi guru atau pengajar yang sesungguhnya. Program tersebut diharapkan mampu menjadi bekal mereka kelak ketika akan memilih profesi guru. Dalam program tersebut, satu-persatu santri akan diminta mengajar mata pelajaran yang telah ditentukan oleh panitia. Materi-materi yang diajarkan adalah materi-matari dengan pengantar bahasa arab dan inggris. Seperti mutala’ah, hadist, nahwu, reading, conversation, imla’, tarikh islam, dan banyak lagi.
Pagi sekitar pukul 07:30 WIB acara pembukaan Amaliyatu Tadris dimulai. Bertempat di aula pondok pesantren Sulamul Huda, para santri kelas enam lengkap dengan seragam jas berkumpul bersama dengan ustaz-ustazah untuk melaksanakan pembukaan acara yang sering kali disebut dengan amaliyah itu.
Muhammad Irfan Riyadi selaku pimpinan pondok menyampaikan dalam sambutannya harapan dan nasihat untuk para santri kelas enam. Pihaknya berharap para santri kelak bisa menjadi guru entah bekerja sebagai apapun. Maksudnya di samping mencari penghidupan, para santri diharapkan mampu mengajarkan ilmu yang telah didapat kepada masyarakat. Ia juga mengungkapkan keutamaan menjadi seorang guru.
“Menjadi guru itu fi sabilillah, atau dalam jalannya Allah. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwasanya siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Menjadi guru juga termasuk amal jariyah. Seperti juga telah disampaikan dalam hadist. Ilmu yang diajarkan dan diberikan manfaatnya, pahalanya akan terus mengalir bagi pengajarnya sampai di akhirat.”
Ada tiga ruh atau jiwa yang mesti dimiliki orang seorang guru. Pertama, al-ikhlas. Artinya seorang guru tidak boleh mengharapkan atau mengangan-angankan upah atau imbalan saat mengajar. Kedua, al-himmah atau irodah (keinginan yang kuat). Guru harus mempunyai semangat dalam mengajar. Hal itu dibuktikan selalu masuk saat jam pelajaran. Guru yang memiliki himmah akan menyesal jika melewatkan jam pelajaran yang diampunya. Ketiga adalah akhlak. Seorang pengajar wajib memiliki akhlak yang baik. Guru akan menjadi teladan untuk anak didiknya, sehingga guru mesti mempunyai perangai dan adab yang baik.
“Seorang guru harus memiliki ruhul ustaz. Yang pertama al-ikhlas (ikhlas), kedua al-himmah atau irodah (keinginan yang kuat), dan ketiga al-akhlaq (akhlak). Seorang guru harus ikhlas dalam mengajar. Guru yang memiliki ruh ikhlas itu mengajar secara sukarela dari hati yang tulus. Kalaupun mendapat gaji atau upah, tidak selalu mengharap-harap dan menghitung-hitung upahnya. Ikhlas itu berjuang tanpa pamrih.. Selanjutnya adalah himmah. Guru harus memiliki semangat mengajar, sebagai cirinya ia akan merasa menyesal jika melewatkan jam mengajarnya. Terakhir, guru harus memiliki akhlak yang baik. Sebagaimana istilah yang sering didengung-dengungkan, guru iku digugu lan ditiru. Maknanya seorang guru itu menjadi panutan dan teladan, sehingga ia harus memiliki akhlak yang baik,” imbuhnya.
Nahwa Faadlil Basya selaku ketua panitia, menyampaikan harapan dan dukungan pada para santri kelas akhir agar agenda praktik mengajar dapat berjalan dengan lancar. “Mudah-mudahan Allah melancarkan acara amaliah ini, dan para santri bisa melewati masa karantina dengan baik, mengerjakan i’dad dengan baik, dan akhirnya tampil mengajar dengan baik.”
Pewarta: Ikhsanudin / Tim Humas dan SUHU Media