TARBIYAH AMALIYAH (PRAKTIK MENGAJAR) SANTRI KELAS AKHIR
PONDOK PESANTREN SULAMUL HUDA
Ponorogo – Aula pondok pesantren Sulamul Huda pagi itu ramai dipenuhi ustadz-ustadz dan juga santri kelas akhir. Pasalnya pada Kamis (3/2) tengah diadakan salah satu kegiatan tahunan yang merupakan bagian dari rententan acara akhir kelas enam. Kegiatan itu adalah Tarbiyah Amaliyah atau yang biasa disebut dengan latihan praktik mengajar. Program tersebut merupakan bagian dari acara pondok untuk mendidik dan membekali santri-santri sebelum akhirnya lulus dan terjun di masyarakat, terutama bekal untuk mengajar.
Sebelumnya mereka sudah digembleng dalam karantina selama sepekan. Dalam satu minggu itu mereka dibekali cara mengejar, langkah-langkah menyampaikan materi, dan belajar untuk menjadi imam shalat, serta memberikan kultum setelah shalat fardhu. Karantina yang merupakan pra dari program Tarbiyah Amaliyah itu bertujuan agar para santri kelas akhir memiliki bekal untuk praktik mengajar, dan juga sanggup menyelesaikan materi yang akan mereka bawakan.
“Tarbiyah Amaliyah diharapakan mampu memberikan pengalaman mengajar bagi santri dan menumbuhkan mental mereka sebagai pendidik. Di antara mental yang dimaksud beliau adalah mental bijak, kepemimpinan, menguasai ilmu, dan berakhlak mulia,” tutur Muhammad Irfan Riyadi selaku pimpinan pondok dalam wawancaranya.
Kamis itu merupakan acara perdana Tarbiyah Amaliyah. Rie Syifa yang merupakan salah satu santri berprestasi di kelas itu ditunjuk sebagai kelinci untuk menjadi contoh bagi teman-temannya. Syifa membawakan materi Muthalaah. Pagi itu Syifa mendapat bagian untuk mengajar kelas 3 MTs. Pukul 08:10 prosesi Amaliyah dimulai, atmosfer aula sontak terasa tegang, sebab ruangan itu tak hanya diisi oleh Syifa dan santri kelas 3 saja, tapi juga ustadz-ustadz dan semua teman-temannya. Mereka hadir tak hanya untuk menyimak, melainkan juga untuk menuliskan kritik jika ada kekurangan dan kesalahanan yang mungkin syifa lalukan. Kritik itu kelak akan menjadi bahan evaluasi agar ke depan teman-temannya yang akan maju setelahnya bisa lebih baik.
“Awalnya deg-degan, tapi lama-kelamaan jadi mengalir saja,” ujar Syifa saat ditanya bagaimana perasaannya usai Amaliyah. Ia juga memiliki kesan mendalam saat program karatina, terutama pada saat mengerjakan I’dad bersama teman-temannya. Kebersamaan membuatnya merasa bahagia di tengah letih dan lelahnya pembekalan dan pembuatan I’dad. Menghafal Thariqoh menjadi tantangan sendiri baginya, pasalnya ia harus teliti dalam menghafal urutan dalam prosesnya mengajar agar tidak ada langkah-langkah yang urutannya terbalik atau bahkan terlewat. Di akhir wawancara Syifa menyampaikan untuk teman-temannya, “wajar ada kesalahan, jadi jangan takut,” tutup Syifa.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.